Jumat, 12 Agustus 2011

FENOMENA KENAIKAN GAJI DAPAT MENGURANGI KORUPSI


Korupsi merupakan suatu kata yang tidak asing lagi bagi masyarakat. Dari anak kecil hingga dewasa, dari orang awam hingga terpelajar, dari pedagang hingga pengusaha semua kalangan sudah tidak asing lagi dengan kata korupsi. Korupsi atau yang di populerkan oleh Sunderland sebagai ”white collar crime” atau kejahatan kera putih Wujud nyata dari kejahatan kera putih adalah penggelapan yang berdasarkan patologi social dan personal menurut teori tradisional criminal. Sedangkan menurut sejarawan Onghokham (1983:2) konsepsi korupsi mulai ada ketika orang melakukan pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan umum. Korupsi dapat juga dikatakan sebagai perbuatan penyalahgunaan kekuasaan (abouse of power) oleh pejabat negara yang mendapatkan amanah dari rakyat.
Donald R Cressey  mengajukan melalui gagasan penggelapan menyangkut 3 macam proses psikologi yang penting yaitu : pertama perasaan bahwa seseorang tidak bisa menanggung masalah keuangan, kedua pengetahuan bagaimana unutk menyelesaikan masalah secara rahasia dengan memperkosa kedudukan keuangan yang dipercayakan kepadanya, ketiga kemampuan mencari suatu bentuk gambaran tindak penggelapan dalam kata “yang tidak menimbulkan konflik melalui prasangka dari dirinya sebagai seorang yang dipercaya”. Sehingga hal inilah yang memicu seseorang melakukan korupsi. Indikator pertama yang diajukan oleh donald R cressey dapat diartikan pula dalam hal bahwa karena kekurangan gaji.
Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di Indonesia, bahwa pemicu seseorang melakukan korupsi bukan semata-mata karena gaji yang tidak memadai, tetapi adanya nafsu untuk selalu hidup mewah melalui jalan pintas. Seperti contoh yang sudah ada adalah adanya remunerasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Departemen Keuangan. Malah justru di dua lembaga besar itu lah terjadi korupsi. Masih belum hilang dari ingatan masyarakat dengan adanya kasus yang menimpa dirjen pajak yang terkenal dengan kasus gayus dan di lembaga Mahkamah Agung pemberitaan yang masih hangat adanya kasus suap hakim Sarifudin oleh kurator.
Maka dengan melihat kasus-kasus yang terjadi, dapat disimpulkan bahwa dengan kenaikan gaji bukan menjadi hal paling utama untuk mengurangi atau menghilangkan korupsi.  Ada dua indikator untuk mengurangi korupsi yaitu indikator yang paling utama adalah moralitas baik itu para penegak hukum maupun para birokrat. Perekrutan pegawai-pegawai yang ada selama ini menunjukkan kebobrokan dikarenakan sistem perekrutan yang aneh bin ajaib. Sistem perekrutan yang tidak mengindahkan aturan yang ada, tidak adanya transparansi. Dari sistem perekrutan para birokrat yang aneh bin ajaib inilah yang menciptakan birokrasi yang lambat dan sangat mengecewakan masyarakat yang dikarenakan kurangnya moralitas para birokrat.
Indikator kedua dalam mengurangi korupsi adalah adanya transparansi, baik itu transparansi dalam hal perekrutan pegawai maupun transparansi dalam mengelola APBN dan APBD. Transparansi dalam hal ini adalah keterbukaan informasi publik seperti yang di amanatkan oleh Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yaitu keterbukaan informasi merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Dengan adanya transparansi dari semua lini diharapkan akan mengurangi semua hal yang berindikasikan korupsi.

1 komentar:

Powered By Blogger