PERANAN PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU
UTARA
DALAM PENERTIBAN TANAH TERLANTAR
HAK GUNA USAHA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemudahan yang akan diberikan pada investor yang
menanamkan modalnya di Indonesia akan diberkan perizinan mengenai hak atas, hal
ini tertuang dalam pasal 22 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, hak atas tanah yang dimaksid adalah :
1) Hak Guna Usaha (HGU)
2) Hak Guna Bangunan (HGB)
3) Hak Pakai.
Dalam UUPA juga mengatur
mengenai kewajiban para pemegang hak guna usaha yang terdapat dalam Pasal 6 dan
Pasal 15 yaitu
Pasal 6
“Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”
Pasal 15
“Memelihara tanah, termasuk
menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap
orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah
itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah”.
Harus tetap di
ingat bahwa berlakunya Pasal 6 UUPA yang menyatakan setiap hak atas tanah
mempunyai fungsi sosial, merupakan asas fungsi sosial yang ada dalam UUPA yang
harus diperhatikan dalam pelaksanaan penggunaan dan penguasaan tanah.
Penjelasan
dalam pasal 6, yaitu bahwa "Semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial". Ini berarti, bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang,
tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak
dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan
kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya
dan sifat daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan
kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat dan Negara.
Tetapi dalam pada itu ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan
perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat).
Undang-Undang Pokok Agraria memperhatikan pula kepentingan-kepentingan
perseorangan. Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan haruslah
saling mengimbangi, hingga pada akhirnya akan tercapailah tujuan pokok :
kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya Pasal 2 Ayat (3).
Berhubung dengan fungsi sosialnya, maka adalah suatu hal yang sewajarnya bahwa
tanah itu harus dipelihara baik-baik, agar bertambah kesuburannya serta dicegah
kerusakannya. Kewajiban memelihara tanah ini tidak saja dibebankan kepada
pemiliknya atau pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan menjadi beban pula
dari setiap orang, badan-hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan
hukum dengan tanah itu (Pasal 15). Dalam
melaksanakan ketentuan ini akan diperhatikan kepentingan pihak yang ekonomis
lemah.
Tanah mempunyai fungsi sosial berarti harus ada
keseimbangan antara kepentingan individu (pemilik, penguasa, penyewa) dengan
kepentingan masyarakat dan negara,dalam pendayagunaan tanah tersebut, dalam hal
ini misalnya[1] :
1) Pemilik tanah harus selalu melakukan
pemeliharaan-pemeliharaan atas tanah miliknya dan mendayagunakan sedemikian
rupa agar tanah berproduksi dengan baik, sehingga hasilnya selain mencukupi
kebutuhan sendiri dapat pula dipasarkan, dengan demikian masyarakat dapat turut
menikmati hasil olahan tersebut.
2) Pemilik tanah dalam hal mennyewakan
tanahnya kepada petani, tidaklah secara mutlak menyerahkan tanggung jawab
pemeliharaannya kepada penyewa, melainkan pula harus secara gorong royong antar
pemilik dan penyewa, lebih-lebih dalam rangka bagi hasil, dimana pemilik
misalnya menyediakan zat-zat penyubur tanaman dan lain-lain yang diperlukan
secara adil, karena hasilnya pun untuk kepentingan bersama.
3) Pemerintah telah memberikan/mengatur
hak-hak kepada para pemilik tanah, baik untuk mendayagunakan tanah,
perlindungan terhadap hak itu, maupun pemberian fasilitas-faslitas bagi
kelancaran pendayagunaan tanah tersebut, untuk hal ini pemilik harus
mengimbanginya yaitu melakukan pembayaran-pembayaran Ireda dan Ipeda, dengan
mana pembangunan-pembangunan prasarana baik untuk kepentingannya sendiri maupun
untuk kepentingan umum dapat dilaksanakan dengan lancar.
Ketentuan-ketentuan
hukum tanah dalam UUPA Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, dengan jelas dinyatkan
bahwa :
1)
Menelantarkan tanah
2)
Pengrusakan-pengrusakan atas tanah
3) Pemerasan-pemerasan dalam mendayagunakan
tanah.
Kesemua hal-hal tersebut bertentangan dengan arti
“Tanah mempunyai fungsi sosial”, karena itu merupakan
perbuatan-perbuatan/perlakuan-perlakuaan yang dilarang yang dapat dikenakan
sangsi pidana hukuman kurungan dan atau dengan disamping hak-haknya atas tanah
dapat dicabut[2]
Tidak hanya
hak milik atas tanah tetapi semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial baik
Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah. Penelantaraan
tanah berarti menggabaikan tanah, tidak mempergunakan tanah semestinya sehingga
hal ini dapat dikatakan melanggar fungsi sosial hak atas tanah, yaitu tidak
menjaga dan memelihara tanah dengan baik-baik, sehingga akan menimbulkan
kerusakan atas tanah dan dapat menghilangkan kesuburan tanah itu sendiri
Pelanggaraan
terhadap fungsi sosial hak atas tanah dan kelalaian tidak mengindahkan
kewajiban dalam mengusahakan perkebunan dapat dikatakan sebagai tindakan
menelantarkan tanah perkebunan yang akan berujung kepada pencabutan hak atas
tanah Hak Guna Usaha.
Terhadap tanah
hak guna usaha yang teridentifikasi terlantar dilakukan penertiban.
Langkah-langkah penertiban tanah terlantar diawali dengan melakukan
identifikasi terhadap tanah Hak Guna Usaha itu oleh satuan tugas identifikasi.
Kemudian hasilnya diserahkan kepada panitia penilai, yang dibentuk oleh menteri
dengan ketuanya kepala kantor pertanahan, baik secara kedinasan maupun
berdasarkan perintah menteri atau kepala kantor wilayah atau laporan dari
instansi pemerintah. Laporan hasil identifikasi kemudian diserahkan kepada
Kepala Kantor Wilayah dengan disertai usul tindakan yang diperlukan terhadap
tanah terlantar tersebur.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas,
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana Peranan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara
dalam melakukan penertiban tanah terlantar
Hak Guna Usaha?
2.
Kendala-kendala apa saja yang dihadapi Pemerintah
Kabupaten Bengkulu Utara dalam melakukan penertiban tanah terlantar Hak Guna
Usaha ?
C. Keaslian Penelitian
Keaslian
penelitian dapat diartikan bahwa masalah yang dipilih belum pernah diteliti
oleh peneliti sebelumnya atau harus dinyatakan dengan tegas bedanya peneliti
yang sudah pernah dilakukan (Maria S.W Sumardjono, 2001:18).
Sepanjang pengetahuan penulis dan setelah menelaah
berdasarkan referensi kepustakaan, memang ada penulis lain yang pernah menulis
disertasi tentang tanah terlantar dengan judul Tanah Terlantar “Asas dan
Pembaharuan Konsep Menuju Penertiban” oleh Suhariningsih, yang menjadi fokus
pertama penulis adalah Peranan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara dalam
melakukan Penertiban tanah terlantar Hak Guna Usaha jadi disini penulis akan
mengangkat apa saja yang telah dilakukan oleh Pemerintah Bengkulu Utara dalam
hal in Kantor Pertanahan Kabupaten Bengkulu Utara yang diberikan wewenang oleh
Peraturan Perundang-undangan Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar.
Fokus kedua
adalah mengenai kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara
dalam melakukan penertiban atas tanah terlantar Hak Guna Usaha di Bengkulu
Utara sedangkan permasalahan disertasinya Ibu Suhariningsih juga mengenai
kendala pemerintah dalam melakuka penertiban tanah terlantar di Jawa timur,
sedangkan penulis tanah terlantar yang berada di Provinsi Bengkulu khusunya
Bengkulu Utara sehingga penulis beranggapan bahwa dari sudut lokasi penelitian
berbeda dengan ibu suharingsih.
Penulis berkeyakinan bahwa permasalahan yang akan
diteliti ini belum pernah dibahas atau tidak sama dengan permasalaahan
disertasi Suhariningsih. Oleh
karena itu penulis merasa bahwa permasalahan ini layak untuk diteliti secara
lebih seksama dan diangkat ke dalam bentuk Penulisan Tesis.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah :
a.
Untuk Mengetahu peranan Pemerintah Kabupaten Bengkulu
Utara dalam melakukan penertiban tanah terlantar ?
b.
Untuk Mengetahu kendala-kendala apa saja yang dihadapi
Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara dalam melakukan penertiban tanah terlantar
Hak Guna Usaha ?
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini
memberikan manfaat dalam segi teoritis dan praktis, manfaat teoritis yang
diberikan bahwa terdapat berbagai konsep mengenai tanah terlantar dan
kriteria-kriteria tanah terlantar, sehingga ini hal ini dapat mewujudkan
penertiban tanah dan pendayagunaan tanah terlantar dengan tepat dan benar.
Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini dapat berupa (problem Solving) dari perkembangan mengenai masalah pertanahan.
Manfaat praktis ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan
bisnis investasi di Indonesia
khususnya mengenai pemberian Hak Atas Tanah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Objek hukum tanah adalah hak penguasaan atas tanah.
Yang dimaksud hak penguasaan atas tanah adalah hak yang berisi serangkaian
wewenang, kewajiban dan atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat
sesuatu mengenai tanah yang di hakinya.
Hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum
tanah nasional, adalah sebagai berikut :
1. Hak
Bangsa Indonesia
atas tanah
2. Hak
menguasai dari Negara atas tanah
3.
Hak
ulayat masyarakat hukum adat.
4. Hak-hak
perseorangan, meliputi :
a. Hak-hak
atas tanah
b. Wakaf
tanah hak milik
c.
Hak
jaminan atas tanah (hak tanggunngan)
d.
Hak milik atas satuan rumah susun.
Hukum tanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan
hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang semuanya mempunyai objek pengaturan
yang sama yaitu hak-hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan
sebagai hubungan hukum yang konkret, beraspek publik dan privat, yang terdapat
disusun dan dipelajari secara sistematis, hingga keseluruhan menjadi satu
kesatuan yang merupakan satu sistem[3].
Objek hukum tanah adalah hak penguasaan atas tanah..
A.
Hak Guna
Usaha
Istilah Hak Guna Usaha merupakan terjemahan dari
dari bahasa Belanda, yaitu erfpacht. UUPA
memberikan pengertian Hak Guna Usaha dalam Pasal 28, hak ini adalah hak yang
khusus untuk mengusahakan tanah yang bukan miliknya sendiri guna perusahaan
pertanian, perikanan, dan peternakan.
KUHPerdata juga memberikan
definisi Hak Guna Usaha dalam Pasal 720, Hak Guna Usaha diartikan :
“Hak Guna Usaha adalah suatu hak kebendaan untuk
menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain,
dengan kewajiban untuk membayar upeti tahunan kepada si pemilik sebagai
pengakuan akan kepemilikannya, baik berupa uang, berupa hasil atau pendapatan”
B.
Tanah
Terlantar
Defenisi dari tanah terlantar
menurut Pasal 1 ayat (5) Peraturan Pemerintah RI. No.36 tahun 1998 adalah tanah
yang ditelantarkan oleh pemegang hak atas tanah, pemegang hak pengelolaan atau
pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan atas tanah tetapi belum memperoleh
hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Boedi
Harsono, memandang hak tanah terlantar lebih mengarah pada terjadinya peristiwa
hukum karena perbuatan manusia, sehingga hak atas tanah menjadi hapus. Dasar
hukum pembatalan HGU adalah Pasak 34 huruf e UUPA yang menyatakan bahwa HGU
hapus karena diterlantarkan.
2. Maria
S.W Sumarjono, asas fungsi sosial hak atas tanah Pasal 6 UUPA. Pengertian
pemeliharaan tanah secara a contrario
berarti mencegah penelantaraan tanah. menurutnya tidak mudah menetapkan tanah
telantar, karena mencakup :
1) Subjeknya
(perorangan atau badan hukum)
2) Tanah
pertanian atau bangunan
3) Adanya
kesengajaan dari subjek atau tidak
4) Jangka
waktu yang harus dilewati untuk dapat disebut sebagai tanah terlantar.
Dalam hal melakukan
penertiban atas tanah terlantar, bukanlah masalah yang mudah, hal ini
dikarenakan akan berhadapan dengan persoalan yang berkaitan dengan orang atau
badan hukum pemegang hak tersebut. Untuk memudahkan mendapatkan data dan
identitas pemegang hak atas tanah terlantar, diperlukan pendekatan terpadu
dengan instansi yang lain, serta melibatkan masyarakat[5].
kegiatan yang berkaitan dengan identifikasi tanah terlantar adalah perencanaan,
pelaksanaan, pengolahan dan pelaporan Pasal 3 Ayat (1) keputusan Badan
Pertanahan Nasional Nomor 24 Tahun 2002.
C. Hapusnya Hak Guna Usaha
Ketentuan Pasal 34 UUPA Tahun 1960, yang menyatakan bahwa Hak Guna
Usaha hapus karena :
- Jangka waktunya berakhir;
Dalam pasal 28
ayat (1) Undang-undang Pokok Agraria dan Pasal 29 UUPA menyatakan lebih lanjut
:
1)
Hak Guna Usaha diberikan untuk waktu paling lama 25
tahun;
2)
Untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama
dapat diberikan Hak Guna Usaha untuk waktu paling lama 35 tahun;
3)
Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaaan
perusahaan jangka waktu dalam ayat (1) dan (2) pasal ini dapat diperpanjang
dengan waktu paling lama 25 tahun.
- Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuai syarat tidak dipenuhi;
Pasal 30 ayat
(1) UUPA Jo. Pasal 2 Peraturan Pemerintah No 4 Tahun 1996. yaitu yang dapat
mempunyai HGU adalah Warga Negara Indonesia
dan Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia .
- Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
- Dicabut untuk kepentingan umum;
Pasal 18 UUPA,
berdasarkan ketentuan tersebut, hak atas tanah dapat dicabut dengan alasan
untuk kepentingan umum.
- Ditelantarkan;
- Tanahnya musnah;
Dengan
musnahnya bidang tanah yang menjadi dasar pemberian hak atas tanah oleh
negara., maka demi hukum hapuslah Hak Guna Usaha tersebut[6].
- Ketentuan dalam Pasal 30 Ayat (2).
D.
Asas
Pemberian Hak Atas Tanah
Dalam peraturan Menteri
Negara Agraria/kepala BPN No. 3 Tahun 1999, yang mengatur tentang Pelimpahan Kewenangan
Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara pelaksanaannya
diberikan kepada aparat BPN.
Dasar hukum pemberian hak atas tanah kepada perseorangan atau badan
hukum dimuat dalam Pasal 4 Ayat (1) UUPA, yaitu “atas dasar hak menguasai dari
Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak
atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang
lain serta badan-badan”.
Asas hukum umum dalam UUPA berkaitan dengan pemberian hak atas tanah[7] :
1)
Asas dikuasai oleh negara dengan pengertian negara
diberikan wewenang untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persedian dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa.
2)
Asas nasionalisme ini merupakan pandangan hanya warga
negara Indonesia
yang mempunyai hak milik atas tanah.
3)
Asas nondiskriminasi
4)
Asas fungsi sosial dimaksud semua tanah harus
dipergunakan sesuai dengan keadaan tanahnya, sifat dari haknya.
E. Pemerintahan Daerah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas
daerah kabupaten dan daerah kota .
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota membagi yang menjadi urusan pemerintahan daerah Provinsi dan
Kabupaten/kota ada 31 urusan. Dalam PP tersebut juga menyebutkan yang tidak
menjadi kewenangan Pemerintahan Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota yang teradapt
dalam Pasal 2 Ayat (2) adalah mengenai politik luar negeri, pertanahan,
keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini
adalah penelitian hukum (legal-research). Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian hukum normative. Penelitian normatif adalah penelitian tentang
perilaku dalam pelaksanaan suatu aturan hukum yang semestinya.
- Lokasi
Penelitian
Penelitian lapangan akan dilakukan di Provinsi Bengkulu Khususnya
Kabupaten Bengkulu Utara, karena objek lokasi penelitian sebagian besar berada
di Bengkulu Utara.
- Subjek
Penelitian
- Narasumber
Dalam penelitian ini
narasumber yang dipilih oleh penulis berdasarkan bahwa narasumber mempunyai
pengetahuan karena disiplin ilmunya, pengalaman maupun jabatannya sehingga
dianggap mengerti dan mengetahui mengenai permasalahan yang hendak diteliti,
yaitu Bpk. Drs. Gusti Nurfaizal., M.Si.
Kepala Sub Bagian. Perencanaan dan Izin Penggunaan Tanah Pemerintah Kabupaten
Bengkulu Utara.
2. Responden
Responden
adalah pihak yang terkait secara langsung dalam penertiban tanah terlantar,
yaitu Bpk. Ismakun Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Bengkulu, Ibu. Jamila
Tul’aini., S.H, Kantor Pertanahan Kabupaten Bengkulu Utara, Ir. Ricki Gunawan
Kepala Bidang Usaha Tani, Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu dan Dahlan.,
Kepala Seksi Agribisnis dan Kemitraan Dinas Perkebunan Kabupaten Bengkulu
Utara.
- Jenis
Data
Jenis
data yang dibutuhkan dalam penelitian ini bersumber dari :
- Data
Primer
Data
primer yaitu data yang diperoleh langsung peneliti di lapangan
- Data
Sekunder
Data
sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan kepustakaan, yang terdiri dari :
Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan yang mengikat[8]. Bahan hukum primer yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.
Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 1998
Tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar;
2.
Keputusan Presiden No 34 Tahun 2003 Tentang
Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan;
3.
Peraturan Menteri Pertanian No 26 Tahun 2007
Tentang Perizinan Perkebunan
4.
Peraturan Menteri Pertanian No 7 Tahun 2009
Tentang Pedoman Penilaian Usaha Pekebunan.
Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
adalah :
1.
Surat Peringatan dari Dinas Perkebunan Provinsi
Bengkulu
2.
Surat Rekomendasi Pencabutan HGU dari Kantor Wilayah
Pertanahan Provinsi Bengkulu
3.
Surat Usulan Pencabutan HGU Dari Gubernur Provinsi
Bengkulu
4.
Surat Usulan Pencabutan HGU dari Bupati Bengkulu
Utara
5.
Hasil penelitian yang terdahulu
Bahan Hukum Tertier
Bahan
hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu berupa kamus umum, kamus
hukum, majalah dan jurnal-jurnal ilmiah di bidang hukum.
- Alat
dan Cara Memperoleh Data
- Study Pustaka
Alat penelitian
kepustakaan adalah study dokumen yaitu pengumpulan data yang berasal dari
kepustakaan seperti peraturan perundangan-undangan, buku-buku, majalah, dokumen
serta makalah yang relevan degngan sifar penelitian
- Penelitian Lapangan
Penelitan
lapangan yaitu pengumpulan data dengan cara penelitian langsung ke lapangan
untuk mencari keterangan dan informasi yang relevan dengan objek penelitian
dengan cara wawancara (interview guide)
secara langsung yaitu peneliti
memperoleh informasi secara langsung dengan mempergunakan metode tanya jawab.
Wawancara
dilakukan secara terstruktur dengan pertanyaan-pertanyaaan yang disiapkan
sebelum terjun langsung ke lapangan. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan data
yang relevan dengan premasalahan yang diteliti dan mencegah timbulnya
pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari tema penelitian.
Peneliti
akan mengakomodir pertanyaan-pertanyaan baru yang muncul di saat wawancara
berlangsung sepanjang pertanyaan tersebut relevan dengan permasalahan, dengan
tetap berpedoman pada kerangka yang telah disiapkan.
- Analisis
Data
Data
yang telah dikumpulkan yaitu data primer dan sekunder dikelompokkan berdasarkan
permasalahan. Bahan-bahan yang tidak relevan tidak diolah, dan data yang relevan di inventarisir, dan data yang
relevan telah diinventarisir kemudian diteliti kembali dalam proses editing[9].
Data
primer dan sekunder dianalisis secara kualitatif dengan mengkategorikan data
sesuai ketertarikan pada masing-masing rumusan masalah. Analisis kualitatif
adalah metode data yang menghasilkan data deskriptif[10].
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Peranan Instansi Dalam Penertiban Atas
Tanah Terlantar Hak Guna Usaha
- Identifikasi Tanah Terlantar Hak Guna
Usaha Di Kabupaten Bengkulu Utara
Dalam melakukan identifikasi
tanah terlantar hak guna usaha di
Kabupaten Bengkulu Utara yang berperan aktif adalah Dinas Perkebunan Kabupaten
Bengkulu Utara dan Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu.
1.1 Dinas
Perkebunan Provinsi Bengkulu
Dinas perkebunan Provinsi
Bengkulu melakukan investigasi dan menilai kinerja perusahaan perkebunan besar
menilai penilaian akan di dapat 4 aspek yaitu :
1.
Aspek Management
2.
Tekhnis Kebun
3.
Pengelolaan dan Pemasaran
4.
Pengelolaan Lingkungan
Dinas perkebunan Propinsi Bengkulu melakukan investigasi dan menilai
kinerja perusahaan perkebunan besar yang akan di dapat 4 aspek yaitu : Aspek
Management, Tekhnis Kebun, Pengelolaan dan Pemasaran, dan Pengelolaan
Lingkungan. Setiap 3 tahun sekali diadakannya penilaian Klas Kebun. Item-item
yang menjadi penilaian klas kebun, meliputi :
1.
Sub system Legalitas
Sub system legalitas mengenai pemeriksaan izin
pendirian, izin pengolahan
2.
Sub system managemen
Dalam sub system management mengenai visi dan
misi perencanaan, managemen keuangan, management system, kesejahteraan
masyarakat, organisasi buruh, fasilitas karyawan, pekerja anak, pemasaran,
pelaporan dan transparansi info.
3.
Sub system Kebun/kondisi kebun
Dalam sub system kebun yang menjadi bahan
pemeriksaan yaitu bahan tanaman, pemeliharaan tanaman dan produktifitas
tanaman.
4.
Sub system Pengolahan Hasil
5.
Sub system Sosial Ekonomi
Sosial, bidang kemitraan, dan pembangunan
kebun masyarakat
6.
Sub system ekonomi/wilayah
Pajak, penyerapan tenaga lokal
7.
Sub system Lingkungan
AMDAL, kawasan lindung swasta, kebakaran
dan pembakaran hutan, pemanfaatan lingkungan, penerapan ISO 1400.
8.
Sub sitem Laporan
Dari Kedelapan sub system tersebut yang nantinya akan menjadi dasar bagi dinas perkebunan untuk
mengklasifikasi kebun dalam 5 klas. Yaitu :
1.
Klas I dengan kategori baik sekali dengan skor 80%-100%
2.
Klas II dengan kategori baik dengan skor 60%-80%
3.
Klas III dengan kategori Sedang dengan skor 40%-60%
4.
Klas IV dengan kategori Kurang dengan skor 20%-40%
5.
Klas V dengan kategori Kurang Sekali dengan Skor 0%-20%
Hasil dari klasifikasi diperoleh 5 klas kebun seperti yang disebut
diatas, dari kelima klas kebun tersebut akan dikelompokkan dalam 2 kelompok
yaitu pertama kelompok kebun sehat
(klas I, II, dan III), dan kedua
kebun terlantar (klas IV dan V).
1.2 Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bengkulu dan kantor Pertanahan
Kabupaten Bengkulu Utara
Yang berperan aktif dalam menertibkan tanah terlantar HGU yang berakhir
dengan pencabutan HGU adalah dinas Perkebunan. Sedangkan kantor wilayah Badan
Pertanahan Nasional, hanya menunggu rekomendasi dari dinas perkebunan untuk
mencabut izin HGU suatu perusahaan.
Kantor Pertanahan Kabupaten Bengkulu Utara tidak berperan aktif dalam
hal mengusulkan pencabutan izin HGU, hal ini dikarenakan adanya hubungan vertikal
dengan propinsi yaitu kantor wilayah badan pertanahan nasional
Hal ini jelaslah menurut penulis bertentangan dengan Pasal 9 Ayat (1)
Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 1998. Dalam
penjelasan Pasal 9 ayat 1 dengan jelas menyatakan bahwa Pada dasarnya
identifikasi mengenai adanya tanah yang dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar merupakan tugas rutin
Kantor Pertanahan sebagai pelaksana lapangan Badan Pertanahan Nasional.
Untuk saat ini Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional telah melakukan
upaya usulan kepada Badan Pertanahan Nasional dan atau Menteri Pertanian,
beberapa perkebunan yang diusulkan untuk dicabut Hak Guna Usaha nya karena
tanah terlantar adalah :
No
|
Nama Perusahaan
|
Lokasi Kebun
|
Komoditi
|
Status
|
Luas HGU (ha)
|
1
|
PT. Bimas Raya Sawitlindo
|
Desa Pukur dan Desa Pasar
Palik. Kec. Air Napal dan Kec. Kerkap
|
Kelapa Hibrida dan Kelapa
Sawit
|
42/HGU/DA/1988
|
3.000
|
2.
|
PT. Ika Hasfarm*
|
Desa Kemabang Ayun, Talang Boseng, Pagar
Dewa, Layang lekat. Kec. Pondok
|
Kakao
|
20/HGU/BPN/92
|
1.400
|
NB : * PT Ika Hasfarm sekarang
sudah masuk ke Wilayah Bengkulu Tengah, tetapi usulan Pencabutan ini terjadi
pada tahun 2004, sehingga masih atas nama Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara.
1. 3 Pemerintah
Provinsi Bengkulu dan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara
Baik Pemerintah Provinsi
Bengkulu dan Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara sampai saat ini hanya
melakukan atau memberikan surat
rekomendasi usulan pencabutan HGU perusahaan kepada Gubernur Provinsi Bengkulu
cq Kantor Wilayah Badan Pertanahan Porvinsi Bengkulu
2. Pemberian Peringatan dan Pengusulan
Pencabutan Hak Guna Usaha
Dinas perkebunan memberikan peringatan sebanyak 3x dalam waktu 1 tahun.
Setelah suatu perusahaan di kategorikan kedalam klas V maka akan dicabut izin
usaha perkebunannya baru diusulkan ke gubernur dan diteruskan kepada dirjen
perkebunan dan dirjen perkebunan meneruskan ke BPN pusat untuk mencabut HGU
perusahaan tersebut.
2.1 PT. Bimas Raya Sawitlindo
Dinas Perkebunan Propinsi Bengkulu melakukan teguran I (pertama) dengan
surat nomor
861.1/1463/6 pada tanggal 4 Agustus 2001 yang ditujukan langsung kepada PT.
Bimas Raya Sawitlindo
Menurut penulis dengan adanya surat
teguran dari Dinas Perkebunan Propinsi Bengkulu, maka hal ini sudah seseuai
dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 07/Permentan/OT.140/2/2009.
2.2 PT Ika Hasfarm
Dinas Perkebunan Propinsi Bengkulu telah memberikan surat teguran
kepada PT. Ika Hasfarm, surat teguran ke II pada tanggal 9 Desember 2004 dengan
nomor 821-1/868/6 yang ditujukan lanngsung kepada Direktur/Direksi PT. Ika
Hasfarm.
Gubernur Bengkulu juga telah memberikan surat
pengusulan pembatalan I (satu) Hak Guna Usaha Terlantar di Bengkulu pada
tanggal 27 Januari 2004, surat usul pembatalan
ini berhubungan degnan rencana pemnafaatan lahan HGU atas nama PT. Ika Hasfarm
yang telah ditelantarkan dan dengan memperhatikan surat Kepala Dinas Perkebunan Propinsi
Bengkulu Nomor ; 525.26/14/6 tanggal 9 Januari 2004.
3. Pencabutan Hak Guna Usaha Di Kabupaten
Bengkulu Utara Propinsi Bengkulu
Kepala Badan Pertanahan Nasional telah mengeluarkan suatu keputusan
yang membatalkan Hak Guna Usaha dan Pencabutan Surat Keputusan Pemberian Hak
Guna Usaha Atas Tanah yang terletak di Propinsi Bengkulu dengan Nomor
11-VIIII-2000. pada tanggal 2 Juni 2000 yang ditanda tangani oleh Wakil Kepala
Badan Pertanahan Nasional Bpk. Lutfi I. Nasoetion. Pada Keputusan Badan
Pertanahan Nasional ini, pihak BPN melakukan pencabutan secara serentak
terhadap 7 (tujuh) Hak Guna Usaha terlantar di Propinsi Bengkulu.
No
|
Nama
|
Lokasi Kebun
|
Komoditi
|
Status
|
Luas
|
1
|
PT. Riak Perdana Sakti[11]
|
Lias, Bengkulu Utara
|
-
|
10/HGU/1990
|
1.000
|
4. Penyuluhan, Pembinaan Dan Pengawasan
Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Propinsi Bengkulu
Kantor
wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Bengkulu selama ini baru menjalankan
dua penyuluhan yaitu penyuluhan umum dan penyuluhan khusus.
Dinas Perkebunan Provinsi
Bengkulu
Menurut dinas perkebunan,
dinas perkebunan melakukan pembinaan dan pengawasan serta penilaian usaha
perkebunan, memiliki tujuan, yaitu :
1. Mengetahui kinerja usaha perkebunan;
2. Mengetahui kepatuhan usaha perkebunan
terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku;
3. Mendorong usaha perkebunan untuk memenuhi
baku teknis usaha perkebunan dalam memaksimalkan kinerja usaha perkebunan;
4. Mendorong usaha perkebunan untuk memenuhi
kewajiban sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku;
5. Penyusunan program dan kebijakan pembinaan
usaha perkebunan.
B.
Kendala-kendala
1.
Identifikasi Tanah Terlantar HGU Di
Kabupaten Bengkulu Utara
Dinas
Perkebunan Provinsi Bengkulu
Dalam melakukan penilaian klas kebun dinas perkebunan melakukan
kuisioner terhadap perusahan perkebunan, disamping melakukan kuisioner langsung
juga melakukan investigasi ke lapangan, melihat langsung kondisi perkebunan
yang dikelola. Kendala yang dihadapi dalam memberikan kuisioner adalah pihak
perusahaan tidak bisa menjawab secara langsung pertanyaan tersebut dengan
alasan bahwa pihak perusahaan harus membuka kembali file-file atau
dokumen-dokumen, dan dokumen tersebut berada dikantor pusat.
1.2 Kantor Wilayah Badan Pertanahan Propinsi
Bengkulu dan Kantor Pertanahan Kabupaten Bengkulu Utara
Kendala yang paling banyak terjadi adalah apabila suatu surat
pemberitahuan telah disampaikan kepada BPN, dan BPN belum menjawab surat
tersebut, pihak perusahaan mengaktifkan kembali perkebunannya dan tanah
terlantar tersebut telah dipergunakan kembali sebagaimana mestinya. Maka
apabila hal ini terjadi HGU terhadap perkebunan tersebut tidak bisa dicabut.
Dan pada akhirmya, pihak perusahaan meminta kepada kantor wilayah pertanahan
nasional untuk memulihkan kembali nama perusahaan tersebut.
Hal lain yang terjadi adalah apabila pelaku usaha perkebunan melakukan
penggadaian terhadap sertifikat HGU yang diberikan, sehingga apabila ingin
dicabut maka pihak kantor wilayah pertanahan tidak bisa berbuat apa-apa, karena
masih tersangkut masalah hukum.
2.
Pemberian Peringatan
Dinas perkebunan mengatakan bahwa surat
teguran yang di dalam kurun waktu 6 bulan sekali itu waktu nya terlalu cepat,
maka dinas perkebunan propinsi bengkulu sendiri memberikan dispensasi dalam
waktu lebih lama yaitu 1 tahun.
3.
Penyuluhan, Pembinaan Dan Pengawasan
Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu
Dinas perkebunan hanya
melakukan pembinaan dan pengawasan rutin dalam kurun waktu satu tahun sekali,
hal ini dilakukan untuk melihat kinerja perusahaan. kendala yang dihadapi dalam
melakukan pembinaan dan pengawasan, saat ini dinas perkebunan Propinsi Bengkulu
kekurangan sumber daya manusia.
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Bengkulu dan Kantor
Pertanahan Kabupaten Bengkulu Utara
Baik kantor wilayah badan
pertanahan nasional Propinsi Bengkulu aupun kantor pertanahan kabupaten
Bengkulu Utara mengalami keterbatasan dana dan juga sumber daya manusia. Maka seringkali
dalam hal melakukan penyuluhan kantor wilayah pertanahan bekerjasama dengan
instansi lain yaitu dinas perkebunan perkebunan.
Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkulu Utara
Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara sampai saat ini tidak pernah
melakukan penyuluhan mengenai tanah terlantar. menurut Bapak Gusti, Kabag
Perencanaan dan Izin Penggunaan Tanah, menurut beliau pemerintah hanya sebatas
memberikan izin lokasi, penyelesaian masalah, dan pengadaan tanah.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa Sampai saat ini
Propinsi Bengkulu, belum menjalankan Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 1998
Tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Dan juga kekurangan dana
dan Sumber Daya Manusia.
Klasifikasi klas kebun diperoleh 2 kelompok kebun
yaitu pertama kelompok kebun sehat
(klas I, II, dan III), dan kedua
kebun terlantar (klas IV dan V).
Ketika
akan dilakukan eksekusi pencabutan HGU yang sering terjadi adalah pihak
perusahaan sering kali menggadaikan sertifikat hak guna usaha, sehingga sulit
sekali dilakukan eksekusi setelah adanya surat
pencabutan dari Badan Pertanahan Nasional
B. Saran
Berdasarkan dari kesimpulan diatas, maka
penulis dapat memberikan beberapa saran : sebaiknya kantor wilayah
Pertanahan Provinsi Bengkulu maupun Kantor Pertanahan Kabupaten Bengkulu Utara,
menjalankan Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 1998 Tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar. Saat ini Pemerintah telah mengesahkan Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah
Terlantar.
Kepada
Perusahaan pemegang HGU, apabila ingin menggadaikan sertifikat HGU, hendaknya
dilakukan menurut hukum yang berlaku dan pihak Kantor Wilayah Pertanahan
Nasional Provinsi harus mengetahui hal tersebut.
[1] G.
Kartasapoetra, R.G Kartasapoetra, A.G Kartasapoetra. A. Setiadi, Hukum Tanah “Jaminan UUPA bagi Keberhasilan
Pendayagunaan Tanah”, PT. Melton,
Putra, Jakarta, Hal. 53
[2] G. Kartasapoetra, R.G Kartasapoetra,. A.G
Kartasapoetra. A. Setiadi, Op. Cit,
Hal. 56
[3] Urip
Santoso, Op. Cit. hal 12
[4]
Suhariningsih,Op Cit. hal 109
[5]Supriadi.
,Hukum Agraria. Sinar Grafika. Jakarta . hal 125
[6] Kartini
Mulyadi, Gunawan Widjaja, Hak-Hak Atas
Tanah, Hal 184
[7] Eddy
Pranjoto, Op.Cit. hal 88
[9] Maria S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Sebuah
Panduan Dasar, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1997 hal 38
[10] Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press
hal 12
[11] Penulis
hanya memasukkan 1 (satu) Perusahaan saja yaitu PT. Riak Perdana Sakti
dikarenakan lokasi penelitian penulis hanya di Bengkulu Utara.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Harsono, Boedi, 1999 Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaanya jilis 1, edisi revisi, Djambatan, Jakarta,
2000 Hukum Agraria Indonesia ,
Himpunan Peraturan-Peraturan Hukuma Tanah, Djambatan, Jakarta .
2002 Hukum Agraria Indonesia ,
Himpunan Peraturan-Peraturan Hukuma Tanah, Djambatan, Jakarta .
Huda, Ni’matul, 2005 Hukum Tata
Negara Indonesia, PT Raja Grafindo Persada
Iman Soetikno, 1993 Pembangunan Dan Masalah Pertanahan, dalam Hukum Kenegaraan Republik
Indonesia, Teori, Tatanan, dan Terapan,
Rasido Jakarta.
Ismail, Nurhasan 2007, Perkembangan Hukum Pertanahan; Pendekatan Ekonomi Politik. Huma dan
Magister Hukum UGM, Jakarta
Kansil C.S.T. dan Kansil S.T. Chritine, 2008. Pengertian Hukum Tata Negara, (Perkembangan Pemerintah Indonesia Sejak
Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini), Rineka Cipta, Jakarta,
Kartasapoetra. G, Kartasapoetra. R.G, Kartasapoetra,
A.G, Setiady. A. 1991. Hukum Tanah Jaminan UUPA Bagi Keberhasilan Pendayagunaan
Tanah. PT. Rineka Cipta. Jakarta .
Mulyadi, Kartini dan Widjojo Gunawan, 2005 Seri Hukum Harta Kekayaan : Hak-Hak Atas
Tanah, Prenada Media, Jakarta .
Perangin, Effendi. 1989. Hukum Agraria Di Indonesia
Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum. Rajawali. Jakarta
Pranjoto WS, Eddy 2006. Antinomi Norma Hukum Pembatalan Pemberian Hak Atas Tanah Oleh Peradilan
Tata Usaha Negara Dan Badan Pertanahan
Nasional, CV Utomo, Bandung
Ranoemihardja, Atang. R, 1982. Perkembangan Hukum Agraria Di Indonesia, Aspek-aspek dalam Pelaksanaan
UUPA dan Peraturan PerUndangan-Undangan Lainnya di Bidang Agraria Di Indonesia , Tarsito, Bandung .
Santoso, Urip, 2007. Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, Prenada Media Group, Jakarta
Soekanto, Soerjono. 2005 Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Yogyakarta
Suhariningsih, 2009. Tanah
Terlantar, Asas dan Pembaharuan Konsep Menuju Penertiban, Prima, Jakarta ,
Sumardjono, Maria S.W. 1997 Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Sebuah
Panduan Dasar, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
______________2009. Tanah Dalam Perspektif Hak ekonomi, Sosial
dan Budaya. PT. Gramedia. Jakarta
Supriadi, 2007 Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta
Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang Pokok Agraria No 5 Tahun 1960;
Undang-undang No 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan;
Undang_undang 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1946 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah;
Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 1998 Tentang Penertiban dan
Pendayagunaan Tanah Terlantar;
Keputusan Presiden No 34 Tahun 2003 Tentang Kebijakan Nasional di Bidang
Pertanahan;
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 10 Tahun 2006 tentang Badan
Pertanahan Nasional;
Keputusan Presiden No 10 Tahun 2001 Tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah di
Bidang Pertanahan;
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16
Tahun 2009 tentang LARASITA (Layanan Rakyat untuk Sertifikasi Tanah)
Peraturan Menteri Pertanian No 26 Tahun 2007 Tentang
Perizinan Perkebunan
Peraturan Menteri Pertanian No 7 Tahun 2009 Tentang
Pedoman Penilaian Usaha Pekebunan.
Artikel
Essay
Boedi djatmiko.Tanah Negara dan Wewenang
Pemberian Haknya
LMPDP (Land
Management and Policy Development Project). Pengembangan
Kebijakan Pertanahan.
Essay
Zaldy. Tanah Terlantar
Website
Tidak ada komentar:
Posting Komentar